Senin, 01 Juni 2009

REMAJA INDONESIA MASA KINI

Pergaulan remaja saat ini perlu mendapat sorotan yang utama, karena pada masa sekarang pergaulan remaja sangat mengkhawatirkan dikarenakan arus modernisasi yang mendunia serta menipisnya moral serta keimanan seseorang khususnya remaja pada saat ini. Ini sangat mengkhawatirkan bangsa karena ditangan generasi mudalah sebuah bangsa akan dibawa, baik buruknya bangsa sangat tergantung dengan generasi mudanya.
Generasi muda saat ini kurang memiliki rasa cinta terhadap Tanah Air, hal itu dapat dilihat dari gemarnya anak muda untuk pergi ke bioskop daripada ke museum- museum sejarah perjuangan bangsa. Hal itu dapat terjadi karena ada beberapa kemungkinan yang dapat diambil yakni yang pertama kurangnya pemupukan rasa cinta tanah air semenjak kecil sinetron-sinetron yang ditayangkan ditelevisi merupakan tayangan yang kurang produktif bagi perkembangan anak selain itu hal-hal yang terkait dengan Bangsa ini tidak mendapat sorotan yang tajam mengenai budaya, masalah sosial yang dapat menimbulkan Rasa cinta tanah air. Hal lain yang dapat menjadi penyebab yakni pendidikan yang kurang sehingga dapat menyebabkan seseorang tidak tau akan Bangsanya sendiri. Pergaulan remaja saat ini sangat mengkhawatirkan ini dapat dilihat dari beberapa hal yakni tingginya angka pemekai NARKOBA dikalangan remaja yakni pemakai narkoba dikalangan remaja, dan adanya seks bebas dikalangan remaja, angka remaja yang melakukan seks bebas hingga saat ini mencapai 50 persen remaja melakukan hubungan seks diluar nikah. Ini sangat mengkawatirkan bagi Bangsa Indonesia, krisis moral yang terjadi dikalangan remaja yang menyebabkan seks bebas dapat terjadi.
Hal ini perlu diatasi agar tidak menyebabkan kemandulan dalam Bangsa karena perlu diingat lagi bahwa Masa depan Bangsa sangat tergantung pada Generasi muda, upaya pencegahan yang perlu dilakukan oleh kita semua yakni misalnya saja dengan Pendidikan formal yang didalamnya ada suatu pendidikan moral selain pendidikan keagamaan yakni adanya pendidikan tentang bahaya NARKOBA, hubungan Seks diluar nikah serta pentingnya pendidikan budi pekerti yang harus dijalankan. Sebab baik buruk kelakuan seseorang bermula dari baik buruknya iman yang tertanam serta budi pekerti tiap individu. Hal ini merupakan tanggung jawab seluruh elemen agar hal-hal seperti ini tidak terjadi dan dapat diatasi.Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya yakni peran orang tua didalam keluarga dalam mengawasi tingkah laku anak namun tidak berhak bertindak otoriter terhadap anak, dan dapat menjalankan fungsi sebagai orang tua dengan baik, diantaranya memberikan kasih sayang, pendidikan budi pekerti, serta mengajarkan cinta kasih terhadap sesama. Sehingga terjadi keselarasan antara anak dengan dirinya serta lingkungan keluarganya.
Ketika memasuki masa pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang merupakan pembentukan dari perkembangan selama ini. Di luar sistem kepribadian anak seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah, teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan dalam proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali berbagai faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling berbenturan nilai. Dalam hal ini akan dijelaskan faktor- faktor tersebut:
FAKTOR PENDIDIKAN
Pada umumnya remaja muda suka mengeluh tntang sekolah, larangan- larangannya, tugas rumah, kursus- kursus wajib, dan cara pengelolaan sekolah. Mereka bersikap kritis tehadap guru- guru dan cara guru mengajar. Ini sudah merupakan “ mode”. Remaja muda yang ingin menjadi populer diantara teman – teman sebaya harus menghindari kesan bahwa ia “ pandai”. Hal itu terutama berlaku pada remaja perempuan karena hanya sedikit wibawa yang dihubungkan dengan dengan prestasi akademik dibandingkan dengan remaja laki- laki. Meskipun demikian, sebagian besar remaja muda dapat menyesuaikan diri dengan baik di sekolah, baik dengan masalah– masalah akademik maupan sosial dan diam- diam mereka menyukainya.
Besarnya minat remaja terhadap pendidikan sangat dipengaruhi oleh minat mereka pada pekerjaan. Jika remaja mengharapkan pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi, maka pendidikan akan dianggap sebagai batu loncatan. Biasanya remaja lebih menaruh minat pada pelajaran- pelajaran yang nantinya akan berguna dalm bidang pekerjaan yang diinginkannya. Tetapi ada juga remaj yang tidak berminat pada pendidikan dan biasanya membenci sekolah. Ada tiga faktor ang mempengaruhi sikap remaja tehadap pendidikan yaitu:
1. seorang remaja yang orang tuanya memiliki cita- cita tinggi yang tidak realistiterhadap prestasi akademik, atletik, atau prestasi sosial yang terusmenerus mendesakuntuk mencapai sasaran yang dikehendaki orang tua.
2. seorang remaja yang kurang terima terhadap sikap teman- teman sekelas, tidak merasa nyaman dan gembira bergaul dengan teman sekelas dalam segala kegiatan sekolah.
3. seeorang remaja yang matang lebih awal, yang merasa fisiknya jauh lebih besar dibandingkan teman- teman sekelasnya dan karena penampilannya lebih tua atau lebih besar, seringkali diharapkan berprestasi lebih baik diatas kemampuannya.
Para remaja yang kurang minat terhadap pendidikan biasanya menunjukkan ketidaksenangan ini dengan cara menjadi murid yang berprestasi rendah, bekerja dibawah kemapuannya dalam setiap mata pelajaran atau dalam pelajaran yang tidak disukai. Ada yang membolos dan berusaha izin dari orang tua untuk berhenti sekolah setelah duduk di kelas terakhir tanpa merasa perlu untuk memperoleh ijazah. Hal ini terutama terjadi pada remaja yang matang lebih awal, yang tidak hanya memandang sekolah sebagai sesuatuu yang tidak menyenangkan tetapi juga sebagai pengalaman yang merendahkan.
Selain minat remaja pada pendidikan, Kondisi sekolahpun juga akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seorang remaja. Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;
a. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
b. Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
c. Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
d. Kesejahteraan guru yang tidak memadai
e. Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang
f. Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya.

KEAGAMAAN
Pandangan terhadap Tuhan atau agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan berpikir, maka pemikiran remaja tentang Tuhan berbeda dengan pemikiran anak. Kemampuan berpikir abstrak remaja memungkinkan untuk mentransformasikan keyakinan beragamanya. Remaja dapat mengapresiasi kualitas keabstrakan Tuhan sebagai Yang Maha Adil, Maha Kasih Sayang. Berkembangnya kesadaran atau keyakinan beragama, seiring dengan mulainya remaja menanyakan atau mempermasalahkan sumber- sumber otoritas dalam kehidupan, seperti pertanyaan, “Apakah Tuhan Maha Kuasa?, mengapa masih terjadi penderitaan dan kejahatan di dunia ini?. Banyak anak mulai meragukan konsep keyakinan akan religiusnya pada masa kanak- kanak, dan oleh karena itu masa remaja merupakan periode keraguan agama. Namun , Wagner berpendapat bahwa apa yang sering ditafsirkan sebagai keraguan religi kenyataannya merupakan tanya- jawab religius. Menurut Wagner (170): Banyak remaja menyelidiki agama sebagai suatu sumber dari rangsangan emosional dan intelektual. Para pemuda ingin mempelajari agama berdasarkan pengertian intelektual dan tidak ingin menerimanya begitu saja. Mereka meragukan agama bukan karena ingin menjadi agnostik atau atheis, melainkan karena mereka ingin menerima agama sebagai suatu yang bermakna- berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan- keputusan mereka sendiri.
Perubahan minat pada agama selama masa remaja lebih radikal daripada perubahan minat pada pekerjaan. Seperti halnya minat pada pekerjaan masa kanak- kanak, konsep masa kanak- kanak tentang agama pada dasarnya tidak realistik dan remaja menjadi kritis terhadap keyakinannya di masa lampau.

FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL
Lingkungan memiliki pengaruh vital dalam pembentukan karakter remaja yang selanjutnya akan diperankan dalam proses sosialisasinya sebagai makhluk sosial, termasuk perannya untuk berbuat kenakalan atau tidak. Seseorang dapat menjadi buruk atau jelek karena hidup dalam lingkungan yang buruk (Eitzen, 1986:10). Lebih jauh dikritisi, kondisi semacam itu memungkinkan seseorang (baca: remaja) melakukan penyimpangan karena lingkungan telah mengalami disorganisasi sosial, sehingga nilai-nilai dan norma yang berlaku telah lapuk atau seakan tinggal nama/ sebagai simbol. Dengan kata lain, sanksi yang ada seolah sudah ‘tidak’ berlaku lagi.
Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara lain:
a. Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)
1) Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari
2) Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
3) Pengangguran
4) Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
5) Wanita tuna susila (wts)
6) Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan
7) Perumahan kumuh dan padat
8) Pencemaran lingkungan
9) Tindak kekerasan dan kriminalitas
10) Kesenjangan sosial
b. Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)
1) Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
2) Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal
3) Kebut-kebutan
4) Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
5) Perkosaan
6) Pembunuhan
7) Tindak kekerasan lainnya
8) Pengrusakan
9) Coret-coret dan lain sebagainya
Kondisi psikososial dan ketiga kutub diatas, merupakan faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan remaja.

HUBUNGAN DENGAN ORANG TUA
Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain:
a. Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)
b. Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
c. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)
d. Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).
Selain daripada kondisi keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja, yaitu:
a. Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu
b. Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga
c. Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua atau oleh kakek/nenek
d. Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap anak
e. Sikap orangtua yang kasar dan keras kepada anak
f. Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari orangtua terhadap anak
g. Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain
h. Sikap atau kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang tidak cukup
i. Kurang stimuli kongnitif atau sosial
j. Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan lain sebagainya.
Sebagaimana telah disebutkan di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana diuraikan di atas, maka resiko untuk berkepribadian anti soial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis (sakinah).

PERILAKU REMAJA YANG BERSIFAT PATOLOGIS

1. Kenakalan Remaja,

Dewasa ini, kenakalan remaja telah menjadi penyakit ganas di tengah-tengah masyarakat, mengingat remaja merupakan bibit pemegang tampuk pemerintahan negara di masa depan. Lebih parah, berbagai kasus kenakalan remaja tersinyalir telah meresahkan masyarakat, semisal kasus pencurian, kasus asusila seperti free sex, pemerkosaan, bahkan pembunuhan. Oleh berbagai praktisi media bahkan para pemerhati sosial hal ini telah banyak digubris dan dicari benang merahnya. Hanya saja, sejauh ini usaha tersebut belum terlihat goal dan terkesan hanya sebagai bahan berita di media massa dan diskursus oleh berbagai kalangan yang belum ada realisasi khusus.
Sejatinya, kenakalan semacam itu normal terjadi pada diri remaja karena pada masa itu mereka sedang berada dalam masa transisi: anak menuju dewasa. Seperti pemikiran Emile Durkheim (dalam Soerjono Soekanto, 1985: 73), perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal. Terkait dengan kenakalan remaja, dalam bukunya yang berjudul “Rules of Sociological Method” disebutkan bahwa dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin dihapusnya secara tuntas. Dengan demikian, perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan dilihat pada suatu perbuatan yang tidak disengaja. Namun, kontras dengan pemikiran tersebut, kenyataan yang akhir-akhir ini terjadi adalah kenakalan remaja yang disengaja, yakni dilakukan dengan kesadaran.
2. Minum- minuman keras, judi, rokok dan narkoba

Adanya pergaulan yang salah pada remaja sekarang mengakibatkan remaja kurang terkontrol, sehingga orang tua tidak tahu apa yang diperbuat oleh anaknya diluar lingkup keluarga. Kebiasaan merokok remaja sekarang sudah melewati batas kewajaran karena selain merokok, mereka saat kumpul bersama atau lebih dikenal dengan “kongko-kongko” juga minum- minuman keras, judi atau bahkan ada yang sampai mengkonsumsi obat- obatan terlarang. Hal- hal tersebut seakan saling berkaitan satu sama lain. Awalnya seorang remaja hanya ingin tahu apa rasa dan kenikmatan yang didapat jika merokok, karena keingintahuan yang besar mereka mencoba. Pertama mencoba hanya sebatas memenuhirasa penasarannya, tapi lama- kelamaan itu akan menjadi kebiasaan. Dan jika remaja sudah terjerumus pada rokok , maka kemungkinan besar mereka juga minum- minuman keras dan judi, terutama jika mereka sedang kumpul dengan temen- teman yang juga melakukan hal yang sama. Mereka merasa dengan melakukan hal- hal tersebut menjadi lebih dewasa, lebih jantan atau gentleman. Sehingga kebiasaan tersebut akan menjadi sebuah budaya remaja masa kini yang menyesatkan. Pada tahun 2000, sekitar 70% dari 4 juta pecandu narkoba adalah kalangan remaja. Sementara itu ada sekitar setengah juta pengguna narkoba jarum suntik di Indonesia terkena HIV positif
3. Perilaku Seks,
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil.
Sebuah survei terbaru terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia
15-24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur dan Lampung) menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa
perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%)
dibandingkan pada remaja putri (42,3%) (LDFEUI & NFPCB, 1999a:92).
Dari survei yang sama juga didapatkan bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular PMS bila memiliki pasangan seksual lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) (LDFEUI & NFPCB, 1999b:14).
Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan.
Tapi kenyataannya, remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa. Kebanyakan orang tua memang tidak termotivasi untuk memberikan informasi mengenai seks dan kesehatan reproduksi kepada remaja sebab mereka takut hal itu justru akan meningkatkan terjadinya hubungan seks pra-nikah. Padahal, anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah cenderung berperilaku seks yang lebih baik daripada anak yang mendapatkannya dari orang lain (Hurlock, 1972 dikutip dari Iskandar, 1997). Keengganan para orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi (pendidikan seks). Hasil pre-test materi dasar Reproduksi Sehat Anak dan Remaja (RSAR) di Jakarta Timur (perkotaan) dan Lembang (pedesaan) menunjukkan bahwa apabila orang tua merasa meiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kesehatan reproduksi,
mereka lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang
berhubungan dengan masalah seks (Iskandar, 1997:3).
Hambatan utama adalah justru bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah (Iskandar, 1997:1).


PENUTUP

Dari ulasan diatas kita tahu bagaimana perkembangan remaja saat ini dengan berbagai permasalahannya. Kenakalan remaja itu normal terjadi pada diri remaja karena pada masa itu mereka sedang berada dalam masa transisi: anak menuju dewasa selama perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan dilihat pada suatu perbuatan yang tidak disengaja. Sehingga diharapkan dengan mengetahui ulasan tersebut diatas kita mampu menyaring apa yang baik dan apa yang buruk untuk kehidupan kita.


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar