Senin, 11 Mei 2009

11 MEI 2009

SDM BERKUALITAS SEBAGAI PENGGERAK PEMBANGUNAN EKONOMI



Dewasa ini masyarakat dunia tengah bersiap-siap memasuki abad baru, abad ke-21. Banyak kalangan berpendapat bahwa dalam abad mendatang umat manusia akan mengalami perubahan tatanan kehidupan yang cepat dan mendasar, yang dipicu oleh pesatnya perkembangan teknologi informasi dan transportasi.
Tanda-tanda ke arah itu telah mulai dirasakan terutama dalam dasawarsa terakhir abad ke-20. Batas-batas antara negara sudah terlewati dengan adanya arus informasi yang semakin bergerak bebas setiap saat dengan jangkauan yang makin meluas ke seluruh penjuru dunia. Pergerakan arus informasi ini telah mendorong perekonomian dunia semakin terintegrasi. Sebab arus informasi ini telah mendorong semakin cepatnya pergerakan arus manusia dan barang yang telah dimungkinkan oleh berkembangnya sektor transportasi, tetapi juga memudahkan perpindahan arus modal, baik antar kawasan maupun antar negara.
Dengan pergaulan antar bangsa yang makin terbuka tersebut, maka tiap-tiap negara harus bersaing keras untuk mendapatkan modal bagi pembangunannya. Selanjutnya investasi yang dilakukan harus menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasar, baik pasar dalam negeri maupun internasional. Hanya dengan demikian kemajuan bangsa dapat terus berlangsung.
Dalam suasana yang demikian itu, bangsa Indonesia memasuki abad ke-21 dengan tekad untuk menjadi bangsa yang lebih maju, mandiri dan sejahtera.Untuk mewujudkan tekad bangsa yang demikian itu, dengan memperhatikan perkembangan dunia seperti diuraikan di atas, tidak ada pilihan bagi bangsa Indonesia selain dengan sekuat tenaga meningkatkan daya saing nasional. Dalam jangka pendek, peningkatan daya saing antara lain dapat ditempuh dengan meningkatkan efisiensi perekonomian melalui penghapusan berbagai hambatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Dalam jangka yang lebih panjang, yaitu untuk mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development), diperlukan peningkatan produktivitas nasional secara terus-menerus. Paling tidak ada dua unsur utama yang berpengaruh pada peningkatan produktivitas tersebut, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pengembangan sumber daya manusia. Dengan penguasaan iptek dan sumberdaya yang andal, maka kemampuan untuk menciptakan nilai tambah yang tinggi dari sumber daya yang terbatas akan semakin meningkat. Selain itu, kedua unsur tersebut tidak mengalami "depresiasi" dan justru makin berkembang dengan bertambahnya waktu, sehingga memungkinkan pembangunan yang berkesinambungan.
Globalisasi ekonomi telah semakin memperluas jangkauan kegiatan ekonomi sehingga tidak lagi terbatas pada suatu negara. Kemajuan teknologi, khususnya dalam teknologi informasi, komunikasi dan transportasi telah memungkinkan arus orang, barang, jasa dan informasi bergerak dengan jauh lebih cepat, dalam jumlah semakin besar dan dengan biaya yang semakin murah. Konsekuensi proses globalisasi ekonomi tersebut sangat besar terhadap negara manapun. Kegiatan produksi dapat dilakukan dimanapun, dengan bahan mentah atau setengah jadi dari manapun dan untuk dipasarkan dimanapun juga. Dengan demikian, kegiatan apapun yang dilakukan di suatu negara tidak dapat lagi didasarkan semata-mata atas standar lokal tetapi juga dengan standar internasional
Ekonomi nasional akan makin terintegrasi ke dalam ekonomi global. Persaingan nanti bukan lagi antar negara, tetapi antar unit produksi di seluruh negera. Hal ini karena dalam ekonomi global pengertian asal muasal suatu produk akan menjadi kabur, tetapi merupakan rangkaian unit-unit produksi yang mata rantai proses produksinya berada di berbagai penjuru dunia. Di kawasan Asia Pasifik, semua itu akan terjadi pada tahun 2020. Di kawasan Asia Tenggara bahkan lebih cepat lagi, yaitu tahun 2003. Liberalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai upaya untuk lebih membuka diri dengan melepaskan hambatan-hambatan perdagangan berupa tarif dan nontarif. Banyak bukti yang menunjukan bahwa negara-negara yang menempuh alur ekonomi pasar mampu meraih kemajuan lebih besar dibanding negara-negara dengan sistem ekonomi lain. Perdagangan bebas diperkirakan akan membawa manfaat bagi semua negara. Manfaat langsungnya adalah berupa perdagangan yang meningkat akibat penurunan tarif bea masuk. Sedangkan manfaat tak langsungnya, adalah peningkatan pendapatan dan daya beli konsumen. Diyakini bahwa dampak positifnya lebih besar dibanding dampak negatifnya yang terkonsentrasi pada cabang-cabang industri tertentu yang mengalami kesulitan akibat persaingan yang meningkat.
Banyaknya teknologi-teknologi yang canggih serta mutakhir pada suatu negara membuat negara itu dipandang sebagai negara maju. Kemajuan itu karena negara tersebut memahami arti pentingnya SDM yang berkualitas dalam pembangunan ekonomi. Semua hal yang berkaitan dengan ekonomi menuntut adanya SDM yang tinggi agar hasil yang di capai sesuai dengan yang diinginkan.
Pada hakekatnya, pembangunan merupakan perubahan yang disengajakan (intended change) atau perubahan yang direncanakan (planned change) secara sistimatis, komprehensif (terpadu) dan menyatu (terintegrasi) untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam konteks ini, pembangunan berarti suatu proses rekayasa sosial maupun teknis (social and technical engineering), yang dimaksudkan sebagai tindakan interventif untuk mengatasi masalah dan atau memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan dengan penciptaan SDM yang berkualitas.
Dinamika pembangunan ekonomi mencerminkan upaya-upaya konstruktif dan produktif terutama dari sisi peran Pemerintah untuk memanfaatkan seoptimal mungkin berbagai potensi sumberdaya manusia yang tersedia. Ini berarti, pembangunan memerlukan suatu tata rencana yang tepat dan realistik untuk mengarahkan perubahan-perubahan di dalam masyarakat menuju pencapaian tujuan sebagaimana yang dicita-citakan. Pemerintah mempunyai tugas dan tanggungjawab yang sama untuk menyelenggarakan pembangunan bagi kemaslahatan seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Tentu, tugas dan tanggungjawab demikian dirasakan cukup berat jika diperhadapkan dengan situasi objektif nasional dan daerah yang masih terus berupaya untuk keluar dari kemelut krisis multi dimensi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Kenyataan ini belum termasuk berbagai masalah yang muncul dalam masa transisi pasca reformasi tahun 1998. Krisis multi dimensional yang diawali dari krisis moneter di Indonesia, telah mencerminkan betapa rapuhnya basis perekonomian negara, yang pada gilirannya berimplikasi terhadap berbagai aspek kehidupan berbangsa. Kenyataan ini menimbulkan ketidak-percayaan publik kepada Pemerintah, sehingga memberi inspirasi bagi lahirnya gerakan reformasi yang berkeinginan melakukan koreksi kritis terhadap praktek penyelenggaraan negara yang dinilai telah menyimpang.
Dalam pemecahan kasus pembangunan ekonomi, pemerintah harus meniru cara-cara negara maju dalam meningkatkan kualitas SDM. Salah satunya, pemerintah harus mengetahui faktor-faktor apa yang menjadi pengaruh kualitas SDM yang tinggi dalam pembangunan ekonomi, strategi penyiapan serta upaya-upaya peningkatan SDM apa yang harus dilakukan, serta penerapan dan peran seperti apa yang menjadikan SDM yang berkualitas dalam pembangunan ekonomi.
Dengan begitu, pemerintah dapat memperbaiki kondisi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. SDM yang berkualitas pun digunakan sebagai asset yang didapat, serta pembangunan ekonomi yang terarah dan terencana berhasil. Dalam konteks pemberdayaan SDM Indonesia dapat dilihat adanya kekuatan eksternal yang lebih kuat dibandingkan faktor internal.

Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam stuktur ekonomi suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.
Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan dan teknik.
Dalam mencapai suatu keberhasilan dalam pembangunan ekonomi akan diperlukan pelaku dan perencana yang juga dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung pembangunan tersebut. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi pada hakekatnya faktor- faktor tersebut dapat dikelompakkan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor non ekonomi.
Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahllian dan kewirausahaan. Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi). Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas yang ada. Selain itu faktor yang sangat berperan adalah Sumber Daya Manusia (SDM) karena SDM merupakan faktor sentral dalam suatu organisasi. Sedangkan faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik dan sistem yang berkembang yang berlaku.
Untuk memahami peran SDM dalam peningkatan pembangunan ekonomi dibutuhkan pemahaman tentang SDM itu sendiri. dalam pengertian SDM perlu di bedakan antara pengertian SDM secara makro dan secara mikro. Pegertian SDM secara makro adalah semua manusia sebagai penduduk dan atau warga negara suatu Negara atau dalam batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah maupun belum memperoleh pekerjaan (lapangan kerja). Sedangkan SDM secara mikro adalah manusia atau orang yang bekerja atau menjadi anggota suatu organisasi yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja, dan lain-lain.
Karena SDM adalah faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia. Jadi, manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan institusi/organisasi dan juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada. Maka dari itu pengguna sumber daya manusia harus digerakkan secara efektif sehingga mempunyai tingkat hasil guna yang tinggi. Artinya hasil yang diperoleh seimbang dengan masukan yang diolah, yaitu melalui berbagai perbaikan cara kerja dan meningkatkan motivasi kerja agar waktu tidak terbuang sia-sia. Sumber daya manusia harus dikerahkan secara efektif dan pencapaian tujuan usaha dapat terselenggara dengan baik, efektif dan efisien. Selanjutnya, pemerintan mengatur, mengurus SDM berdasarkan visi pembangunan ekonomi agar tujuan yang dicapai dapat secara optimum.
Tuntutan pemerintah untuk memperoleh, mengembangkan dan memperta- hankan sumber daya manusia yang berkualitas semakin mendesak sesuai dengan dinamika lingkungan yang selalu berubah. Perubahan perlu mendapat dukungan manajemen puncak sebagai langkah pertama yang penting untuk dilakukan bukan hanya sekedar teori belaka. Pemerintah harus dapat mengatur sebuah rencana yang dapat dikembangkan dan proses sumber daya manusia harus menjadi fokus utama. Perubahan dan peningkatan peran fungsi sumber daya manusia sangat esensial untuk mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi. Pengelolaan sumber daya manusia terkait dan mempengaruhi kinerja organisassional dengan cara menciptakan nilai atau menggunakan keahlian sumber daya manusia yang berkaitan dengan praktek manajemen dan sasarannya cukup luas, tidak hanya terbatas rakyat atau bawahan saja, namun juga meliputi tingkatan manajerial yang saling bekerjasama dalam mencapai sasaran pembangunan.
Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak dipengaruhi oleh perilaku para pesertanya (partisipannya) atau aktornya. Keikutsertaan sumber daya manusia dalam organisasi diatur dengan adanya pemberian wewenang dantanggung jawab. Merumuskan wewenang dan tanggung jawab yang harus dicapai seseorang dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan dan disepakati oleh pemerintah dan rakyatnya sehingga masing-masing dapat menetapkan sasaran kerja dan standar kinerja yang harus dicapai serta menilai hasil-hasil yang sebenarnya dicapai pada akhir kurun waktu tertentu. Peningkatan kinerja manusia secara perorangan akan mendorong kinerja sumbar daya manusia secara keseluruhan, yang direkflesikan dalam peningkatan pembangunan ekonomi.
Kualitas SDM dalam pembangunan ekonomi di Indonesia sangat berpengaruh pada hasil yang akan dicapai Dalam era globalisasi yang semakin kompetitif, maka pemerintah Indonesia dituntut untuk memberdayakan dan mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki, termasuk Sumber Daya Manusia. Mengelola Sumber Daya Manusia yang mempunyai berbagai ragam sifat, sikap dan kemampuan yang berbeda agar dapat bekerja menuju satu tujuan yang direncanakan pemerintah Indonesia. Sumber Daya Manusia sebagai pelaku pembangunan ekonomi mempunyai perbedaan dalam sikap (attitude) dan pengalaman (experimen). Perbedaan tersebut menyebabkan tiap individu yang melakukan kegiatan dalam organisasi mempunyai kemampuan kerja atau kinerja (performance) yang masing-masing berbeda juga.
Yang harus dikembangkan dalam membangun SDM yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). SDM yang menguasai iptek merupakan faktor penentu keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang sangat diperlukan untuk memenangkan persaingan pasar dalam era liberalisasi ini. Agenda ini mendukung pendekatan knowledge based-economy yang ditempuh dalam pembangunan ekonomi untuk meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam rangka peningkatan efisiensi dan produktivitas.
Perangkat kelembagaan baik di bidang ekonomi, sosial, politik, dan pemerintahan harus dapat menimbulkan sinergi sehingga kualitas SDM Indonesia dapat menjadi andalan dalam pembangunan. Pembangunan dibidang pendidikan dan kesehatan serta di bidang budaya untuk membangun angkatan kerja yang berdisiplin dan bekerja keras merupakan prioritas. Kesemua ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang pada gilirannya akan meningkatkan daya saing perekonomian nasional.
Pembangunan SDM dan iptek bukan semata-mata diartikan sebagai pembangunan nilai-nilai materialnya. Yang lebih mendasar lagi adalah pembangunan dari sisi budaya. Penguasaan iptek hanya dapat tumbuh subur jika berakar kuat dalam budaya bangsa. Dengan demikian membangun budaya bangsa yang terbuka terhadap perubahan, akrab dengan sikap yang rasional dan obyektif, menghargai dan merangsang serta mengembangkan suasana kreatif dan inovatif, merupakan prasyarat bagi berkembangnya SDM berkualitas yang berkadar iptek tinggi.
Iptek dikembangkan bukan hanya oleh akal tetapi juga harus dibimbing oleh hati nurani. Bimbingan hati nurani itu tercermin dalam nilai-nilai moral, yang norma-normanya menjadi pedoman perilaku yang dinamakan etik. Maka moral dan etik sangat penting pula dalam pengembangan budaya iptek. Moral dan etik tumbuhnya tidak lain adalah di atas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian kalau dikaji lebih lanjut, akan kemajuan umat manusia tidak lain adalah nilai-nilai kemanusiaan yang dasarnya adalah nilai-nilai spiritual.

Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Sumberdaya Indonesia
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia (SDM) merupakan faktor yang penting bagi terciptanya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Faktor-faktor itu antara lain:
a. Pola pikir masyarakat Indonesia
Pola pikir masyarakat Indonesia dikaitkan dengan rendahnya kinerja sumberdaya manusia Indonesia. Sebagai contoh seorang pekerja hanya bekerja jika diawasi oleh atasannya. Apalagi jika fasilitas disuatu perusahaan kurang memadai menjadikan mereka kurang kreatif dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal inilah yang menyebabkan produktivitas sumberdaya manusia kita rendah.
Hambatan cultural yang dialami masyarakat adalah etos kerja yang masih rendah. Produktivitas tenaga kerja penduduk Indonesia sangat rendah. Upah buruh yang rendah juga mengakibatkan etos kerja yang menurun, bahkan upah yang di dapatkan para buruh tidak sebanding dengan apa yang mereka kerjakan.
Sikap pemerintah saat ini kurang menghargai kemampuan dan buah karya masyarakat dalam menunjang pembangunan bangsa. Pemerintah Indonesia umumnya tidak kompetitif dalam memanfaatkan sumberdaya alam.
Kreativitas masyarakat Indonesia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia sangat rendah . Pada umumnya masyarakat kita kurang menghargai pekerjaan yang mereka anggap rendah, itulah yang menyebabkan mereka kurang termtermotivasi dalam melaksanakan pekerjaan mereka, misalnya masyarakat Indonesia merasa malu jika dirinya dinggap sebagai petani karena masyarakat kita menganngap bahwa profesi petani merupakan pekerjaan rendah. Hal inilah yang mendorong petani yang berpidah profesi mencari pekerjaan yang lebih layak di kota yang tidak sesuai dengan bidang mereka. Pola pikir masyarakat saat ini diisi dengan lingkungan yang kurang kondusif. Dengan acara televisi yang kian marak mengakibatkan masyarakat menjadi malas untuk bekerja dan menunda-nunda pekerjaan.
b. Dalam bidang pendidikan
Pendidikan nasional selama ini tidak mampu memposisikan sebagai human investment bagi peningkatan SDM di Indonesia. Salah satu problem structural yang di hadapi dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan merupakan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pembangunan prasarana dan sarana pendidikan tidak di imbangi dengan mutu pendidikan. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor ekonomi yang tidak biasa memecahkan masalah ekonomi. Hal ini terjadi, karena visi sumberdaya terbatas pada sruktur pasar yang sudah ada dan belum bisa menciptakan pasar sendiri.
Saat ini pendidikan di Indonesia tergolong rendah. Dunia pendidikan kita saat ini belum ditunjang oleh kurikulum sekolah yang memadai untuk menciptakan lulusan yang siap kerja. Sekitar 35% penduduk usia sepuluh tahun ke atas tidak atau belum menamatkan sekolah dasar dan hanya 19% yang dapat menyelesaikan pendidikan SLTA. Dari mereka yang menamatkan SLTA tersebut, hanya 1,7% yang berhasil menyelesaikan pendidikan setingkat Universitas..
Budaya pendidikan kita selama ini hanya memusatkan perhatian pada aspek kognitif yang bersifat formalitas dan mengabaikan faktor non-kognitif, seperti kepribadian, moralitas, sikap, kecerdasan emosional dan spiritual. Ini mengakibatkan para pendidik tidak mampu memberdayakan anak didik. Akhirnya, pada saat anak didik menyelesaikan pendidikan formalnya, mereka terlahir sebagai generasi tidak mandiri. Masalah pendidikan inilah yang mengakibatkan rendahnya daya saing sumberdaya manusia Indonesia untuk memperoleh posisi kerja yang baik dalam era globalisasi
c. Kualitas IPTEK Indonesia yang masih rendah
Kualitas IPTEK yang rendah meyebabkan sumberdaya manusia tidak bisa dimanfaatkan secara optimal. Apalagi jika dikaitkan dengan era globalisasi saat ini yang tidak membatasi hubungan antarnegara. Ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia yang jauh tertinggal dengan negara lain yang akhirnya menyebabkan daya saing sumberdaya manusia Indonesia yang tidak bisa mengimbangi negara lain. Negara Indonesia sudah kalah bersaing dengan negara- negara ASEAN yang lain yang produktivitasnya melebihi Indonesia. Produktivitas tenaga kerja inilah yang di dorong oleh faktor teknologi yang tinggi. Jika teknologi manusia rendah, akan berdampak pada kinerja mereka.
d. Krisis multidimensi
Krisis multidimensin ini ditandai dengan oleh adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dengan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun 1998, sekitar 92,73 juta orang sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta jiwa. Angka ini meningkat selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta. Angka ini terus meningkat selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta. Lesunya dunia akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan sumberdaya manusia yang kompeten tidak mampu mengembangkan kemampuannya.
e. Kurangnya perhatian dari pemerintah
Saat ini pemerintah pusat dan daerah kuarang memberikan pelatihan bagi tenaga- tenaga produktif. Seharusnya pemerintah memperhatikan usia produktif yang tidak mempunyai kesempatan sekolah dengan memberikan pelatihan- pelatihan. Usia ini sebenarnya adalah asset bagi pemerintah untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang berhasil.
f. Hilangnya Sumberdaya Manusia yang handal ke luar negeri.
Sebenarnya Indonesia memiliki Sumberdaya Manusia yang berkualitas. Banyak sumberdaya manusia kita yang menempuh pendidikan di luar negeri, tetapi setelah mereka berhasil lulus dari kuliah, mereka lebih tinggal di luar negeri. Sebagai contoh ketika para ahli telekomunikasi kita ditarik oleh Kanada, rakyat Indonesia tidak berusaha menahan mereka. Padahal ketika satelit Palapa kita dijual ke luar negeri, rakyat banyak yang protes dengan kejadian itu. Ini mengindikasikan bahwa masyarakat dan Negara Indonesia kurang memperhatikan sumberdaya manusia.
Dalam konteks pemberdayaan SDM Indonesia, dapat dilihat adanya kekuatan eksternal yang lebih kuat dibandingkan faktor internal.

Faktor eksternal
Faktor eksternal yang patut diwaspadai dalam mensikapi SDM Indonesia adalah globalisasi (perdagangan pasar bebas). Perdagangan pasar bebas bukanlah gosip atau rumor yang kehadirannya masih dipertanyakan. Globalisasi adalah pendatang baru yang sudah beli tiket dan akan datang ke negara kita dan akan menetap untuk jangka waktu yang lama. Siapkah kita? Bagaimana SDM kita menghadapi tamu ini?
Menganggap pembajakan tenaga ahli Indonesia sebagai hal yang lumrah adalah konsep nrimo, seolah kita tidak kuasa terhadap dampak globalisasi ini. Kita membiarkan mereka pergi karena kita tidak mampu bersaing dengan yang membajak. Dua akar permasalahan yang berbeda. Yang pertama, kita biarkan mereka pergi karena ada tawaran yang lebih baik. Alasan perut atau idealisme. Sedangkan yang kedua, ternyata treatment bangsa kita terhadap anak bangsa sendiri masih tergolong rasis dan tidak mempunyai nilai kompetitif. Rasis kok sama bangsa sendiri. Dari dua akar permasalahan tadi, alasan pertama lebih disebabkan karena alasan kedua muncul terlebih dulu.
Tidak mungkin SDM Indonesia yang dibajak adalah mereka-mereka yang hanya berkemampuan di atas rata-rata saja. Paling tidak mereka-mereka yang dibajak ini adalah mereka yang mempunyai kriteria jenis langka dibidangnya, dimana pembajak tidak mempunyai keahliannya.
Dalam era globalisasi, membiarkan SDM yang potensial (100% kemampuannya) dibajak artinya memberi kesempatan SDM negara lain untuk masuk. Akankah kita adu SDM Indonesia yang masih 50% kemampuannya diadu dengan SDM dari India atau Cina (misalnya) yang fully 100% kemampuannya? Kalau mau profesional, adu mereka dengan kekuatan yang sama 100%. Itu namanya profesional dan bukan karena alasan sesama bangsa Indonesia (KKN), yang berkemampuan 50% dimenangkan dan naik daun menjadi pejabat. Ini konyol namanya. Tidak heran, kualitas kita saat ini serba tanggung, akhirnya menghasilkan 4 kasta pejabat. Kasta pertama, berani dan berkemampuan. Kasta kedua, berani tetapi tidak berkemampuan. Kasta ketiga, tidak berani tetapi mempunyai kemampuan, dan yang Kasta keempat, tidak berani dan tidak berkemampuan. Kasta mana yang paling banyak isinya di negara kita? Ada dua, mereka yang berani tetapi tidak berkemampuan (yang penting ngotot dan berdalil “pokoknya”) dan tidak berani tetapi punya kemampuan (nrimo tapi beban batin). Inilah salah satu sumbangsih kita bersama ketika mengikhlaskan para SDM yang berkualitas dibajak oleh negara lain.


Faktor Internal
Membentuk assosiasi keahlian di dalam negeri dalam upaya untuk mencegah lajunya SDM asing masuk ke Indonesia adalah ide bagus. Namun demikian harus juga ditunjukkan kepada mereka bahwa SDM kita memang berpotensi dan siap untuk diadu dengan mereka dipasaran. Kalau pengujinya mempunyai kemampuan lebih rendah dari yang diuji, para SDM luar negeri (India misalnya), bisa-bisa kita dikibuli apalagi para gelehe-gelehe atau nehi-nehi itu jagonya ngomong. Konsekuensinya? Pasang para SDM Indonesia yang handal untuk menghadapi SDM dari luar negeri ini.
Memperkuat barisan SDM di Indonesia. Perlu penghargaan bagi mereka yang memang potensial. Kita tidak usah iri. Mereka wajar untuk memperolehnya sesuai dengan tingkat kemampuan dan karyanya untuk pembangunan bangsa ini. Sambil waktu berjalan, mari manfaatkan sumber alam yang tersisa ini ditunjang dengan infrastruktur yang ada. Itu artinya, ada nilai kompetitif dan tujuan yang jelas mengapa kita jaga orang-orang yang berkualitas untuk berkarya dibidangnya di Indonesia. Ada reward dan pekerjaan yang jelas. Sasaran lainnya adalah ini bagian dari proses mencerdaskan kehidupan bermasyarakat bahwa gaji yang mereka terima adalah halal (karena memperoleh reward sesuai dengan jenis perkerjaan dan tanggung jawabnya), tidak makan gaji buta.

Upaya-upaya peningkatan SDM
Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas pendidikan. Sehubungan dengan masalah ini, Nanan Fatah (2003:6) mengemukakan bahwa “Pendidikan sebagai suatu sistem yang dilihat secara mikro dan makro. Dari tinjauan makro maka peranan stakeholder akan memainkan perannya dan harus mengkaitkan sektor pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja, artinya lulusan pendidikan semestinya memiliki kemampuan dan keterampilan yang relevan dengan tuntutan dunia kerja. Hanya dengan cara ini, pendidikan mempunyai kontribusi terhadap ekonomi.” Mengenai relevansi pendidikan dalam arti adanya kesepadanan sebagaimana ditawarkan Djoyonegoro (1995:5) dalam bentuk link and match, pada kenyataannya pendidikan telah sesuai dengan keperluan masyarakat yang sedang membangun. Pendidikan sampai saat ini dianggap sebagai unsur utama dalam pengembangan SDM. SDM lebih bernilai jika memiliki sikap, perilaku, wawasan, kemampuan, keahliam serta keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan berbagai bidang sektor. Pendidikan merupakan salah satu alat untuk menghasilkan perubahan pada diri manusia. Manusia akan dapat mengetahui segala sesuai yang tidak atau belum diketahui sebelumnya. Pendidikan merupakan hal seluruh umat manusia. Hak untuk memperoleh pendidikan harus diikuti oleh kesempatan dan kemampuan serta kemauannya. Dengan demikian, dapat dilihat dengan jelas betapa pentingnya peranan pendidikan dalam meningkatkan kualitas SDM agar sejajar dengan manusia lain, baik secara regional (otonomi daerah), nasional, maupun internasional (global).
Tinggi rendahnya kualitas SDM antara lain ditandai dengan adanya unsur kreativitas dan produktivitas yang direalisasikan dengan hasil kerja atau kinerja yang baik secara perorangan atau kelompok. Permasalahan ini akan dapat diatasi apabila SDM mampu menampilkan hasil kerja produktif secara rasional dan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang umumnya dapat diperoleh melalui pendidikan. Dengan demikian, pendidikan merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas SDM.
Pendapat pakar pendidikan mengemukakan “Jika abad silam disebut abad kualitas produk/jasa, maka masa yang akan datang merupakan abad kualitas SDM. SDM yang berkualitas dan pengembangan kualitas SDM bukan merupakan isu atau tema-tema retorik, melainkan merupakan taruhan atau andalan serta ujian setiap individu, kelompok, golongan masyarakat, dan bahkan setiap bangsa.”
Pengembangan SDM adalah proses sepanjang hayat yang meliputi berbagai bidang kehidupan, terutama dilakukan melalui pendidikan. Jika diliuhat dari sudut pandang ekonomi, peningkatan kualitas SDM lebih ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi yang dibutuhkan oleh dunia kerja dalam upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas proses produksi dan mempertahankan keseimbangan ekonomi.
Sehubungan dengan pengembangan SDM untuk peningkatan kualitas, Kartadinata (1997:6) mengemukakan bahwa “Pengembangan SDM berkualitas adalah proses kontekstual, sehingga pengembangan SDM melalui upaya pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan manusia yang menguasai pengetahuan dan keterampilan yang cocok dengan dunia kerja pada saat ini, melainkan juga manusia yang mampu, mau, dan siap belajar sepanjang hayat.”
Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberi manfaat pada organisasi berupa produtivitas, moral, efisiensi, efektivitas, dan stabilitas organisasi dalam mengantisipasi lingkungan, baik dari dalam maupun ke luar organisasi yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Perencanaan SDM yang berkualitas, dalam Malaysia’s 2020 (1995), merumuskan beberapa kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat global yang perlu menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan kualitas SDM. Kecenderungan tersebut adalah” (1) Dibandingkan dengan dasawarsa 1970-an dan 1980-an, tiga dasawarsa mendatang diperkirakan akan terjadi eksplosi yang hebat, terutama yang menyangkut teknologi informasi dan bioteknologi. Dalam konteks peningkatan kualitas SDM, implikasi yang dapat diangkat adalah para ilmuwan harus bekerja dalam pendekatan multidisipliner dan adanya program pendidikan berkelanjutan (S2/S3), dan (2) Eksplosi teknologi komunikasi yang semakin canggih dapat mempersingkat jarak dan mempercepat perjalanan. Hal inii akan membuat bangsa yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang relevan dan menguasai teknologi baru secara substantif mampu meningkatkan produktivitasnya. Hasil pemikiran diatas menghadapkan kita pada arah, tantangan, dan tuntutan umum pendidikan dalam kehidupan abad ke-21 sebagai masa depan suatu lembaga. Sehubungan dengan masalah ini, UPI (dulu IKIP Bandung 1997:9) membuat kajian tentang arah, tantangan, dan tuntutan abad ke-21 dalam peningkatan kualitas SDM. Hasil dari kajian tersebut adalah sebagai berikut : (1) Pendidikan adalah modal dasar pembangunan bangsa yang terarah pada upaya memberdayakan seluruh potensi manusia Indonesia, baik yang menyangkut nilai-nilai instrinsik, instrumental maupun transedental; (2) Pendidikan mencakup target khalayak yang amat luas yang mengandung sasaran, tujuan, dan kepentingan yang berbeda-beda dan menuntut suasana yang bervariasi serta multymethods dan multymedia; (3) Fungsi pendidikan akan terarah pada upaya mendorong orang untuk belajar aktif dan memberdayakan semya potensi yang ada pada dirinya; (4) Produk pendidikan yang berwujud SDM harus nenampilkan kualitas yang mandiri dan mengandung keunggulan, baik komparatif maupun kompetititf, baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional; (5) Kualitas organisasi (lembaga), kualitas manajemen, dan kualitas kepemimpinan menjadi tuntutan yang semakin luas, terbuka, dan menghendaki ketertiban pada semua unsur yang terarah untuk mencapai pendidikan yang berkualitas pada gilirannya akan mencapai kualitas SDM yang makin baik dan merata; dan (6) Pengembangan sikap sadar teknologi dan sains dan peningkatan kualitas diri para pendidik dan staf adalah hal yang mutlak perlu ditanamkan dan akan digunakan sebagai sarana dalam menyiapkan SDM yang berwawasan teknologi dan memiliki kesiapan belajar sepanjang hayat.
Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberikan manfaat pada lembaga berupa produktiitas, moral, efisiensi kerja, stabilitas, serta fleksibilitas lembaha dalam mengantisipasi lingkungan, baik dari dalam maupun ke luar lembaga yang bersangkutan. Fungsi dan orientasi pendidikan dalam peningkatan kualitas SDM tekah dibuat dalam suatu Kebijakan Depdiknas, Dodi Nandika (2005) dalam tiga strategi pokok pembangunan pendidikan nasional, yaitu : (1) pemerataan kesempatan pendidikan, (2) peningkatan relevansi dan kualitas pendidikan, dan (3) peningkatan kualitas manajemen pendidikan. Untuk melaksanakan ketiga strategi pokok pembangunan pendidikan tersebut diatas, seyogianya dilihat bagian-bagian sistem pendidikan nasional dalam kaitannya dengan orientasi masing-masing dan dijabarkan dalam rencana dan prioritas pembangunan pendidikan.
Titik tolak pemikiran mengenai orientasi pendidikan nasional adalah : (1) mencerdaskan kehidupan bangsa, (2) mempersiapkan SDM yang berkualitas, terampil, dan ahli yang diperlukan dala proses memasuki era globalisasi dan otonomi daerah, dan (3) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan peningkatan kualitas SDM di era otonomi daerah.
Pembangunan manusia sebagai sumber daya pembangunan, menurut Menpan, menekankan manusia sebagai pelaku pembangunan yang memiliki etos kerja produktif, keterampiln dan kreativitas, profesionalisme, disiplin dan mampu menguasai, mengembangkan teknologi maupun manajemen di berbagai lapangan pekerjaan. Kualitas manusia semacam ini akan membawa Indonesia sebagai bangsa yang maju sejajar dengan bangsa-bangsa modern lainnya.
Peningkatan kualitas SDM bersifat matra ganda dan lintas sektoral, sehingga persiapannya melalui berbagai bidang pembangunan. Pengutamaan pembangunan di bidang pendidikan semata-mata tidak mungkin dilaksanakan tanpa dukungan dari pembangunan bidang ekonomi yang menyerap tenaga kerja . Dan sebaliknya pembangunan ekonomi tak mungkin terlaksana tanpa didukung stabilitas nasional.
Dengan demikian peningkatan kualitas SDM merupakan proses interaksi yang dinamik antara pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial budaya dan politik, perkembangan teknologi, penghayatan dan pengamatan ajaran agama, hukum serta pembangunan di bidang Hankam.
Menpan menilai kenyataan menunjukkan pelayanan maupun mutu pendidikan semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan masih belum memuaskan, serta minat baca sebagian besar masyarakat yang masih kurang. "Cukup banyak pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan kurang memperhatikan manfaatnya sehinggga banyak tenaga kerja yang belum siap pakai. Selama satu dasawarsa terakhir ini terdapat kecenderungan baru, berupa pergeseran pengangguran terbuka dari angkatan kerja berpendidikan rendah menuju kearah angkatan kerja berpendidikan tinggi. Sedang disisi lain tingkat disiplin individu, disiplin kelompok hingga disiplin nasional masyarakat masih dirasakan kurang memadai,"ujarnya.
Dari aspek ketenagakerjaan secara umum dapat dikatakan, kualitas tenaga kerja Indonesia masih rendah karena sebagian besar terdiri dari lulusan sekolah dasar. Keseluruhan masalah tersebut merupakan tantangan yang perlu dihadapi di masa mendatang. Pembenahan SDM perlu dimulai dari penyempurnaan sistem pendidikan nasional yang merupakan faktor determinan dalam peningkatan kualitas SDM yang meliputi bidang perencanaan, organisasi, peningkatan mutu tenaga kependidikan serta pengendalian dan pengawasannya.
Perencanaan dilakukan dengan meningkatkan pengendalian dan hubungan ke dalam dan keluar sistem dengan tujuan mengusahakan keterkaitan antarasistem pendidikan nasional dengan kebutuhan tenaga kerja. Dalam kaitan ini informasi tentang kebutuhan tenaga kerja perlu diusahakan karena belum tersediannya jaringan informasi nasional yang dapat memberikan gambaran tentang jumlah dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan.
Dalam kaitan dengan pembinaan SDM kreatif , sedikitnya ada tiga langkah penting yang harus dikedepankan antara lain:
 Yang pertama adalah pada aspek individu, yaitu adanya upaya untuk semakin meningkatkan kapasitas pengetahuan masyarakat melalui berbagai program pendidikan dan pelatihan serta perluasan aksesibilitas pada berbagai program pendidikan dan pelatihan tersebut. Dengan cara ini maka diharapkan kapasitas pengetahuan masyarakat akan meningkat dan memperbesar potensinya untuk pengembangan daya kreatifitas dan inovasinya.
 Yang kedua adalah aspek koordinasi. Yang dimaksud dengan aspek koordinasi di sini adalah terus memperbaiki koordinasi dan hubungan kerja antara kelembagaan produksi pengetahuan (dalam hal ini perguruan tinggi) dan kelembagaan pengguna pengetahuan (khususnya industri). Dengan mendorong koordinasi antara keduanya, maka akan terbina kerjasama yang intensif dan akan mengakselerasi pengembangan daya kreatifitas dan inovasi di kedua kelembagaan tersebut.
 Yang ketiga adalah aspek kelembagaan. Ada dua hal penting di sini, yang pertama adalah keberadaan Kelembagaan Perlindungan Hak Cipta dan Hak Intelektual bagi para pencipta dan penemu, serta kemudahan akses bagi para pencipta dan penemu tersebut untuk memperoleh hak-haknya dan yang kedua adalah pranata keuangan yang memberikan akses modal awal (start up capital) kepada para pencipta dan penemu yang berminat untuk mengkomersialisasikan penemuannya. Kedua hal di atas, sangat diperlukan, selain untuk memberikan motivasi yang lebih tinggi di kalangan para pencipta (innovator), juga akan membangkitkan budaya baru di kalangan masyarakat yaitu, budaya wirausaha (entrepreneurship) sebuah budaya yang sangat relevan dengan keberadaan ekonomi kreatif. Mentalitas kewirausahaan itulah yang nantinya akan semakin mendorong pengembangan kreativitas dan inovasi.
Ketiga langkah penting yang dipaparkan di atas, saat ini telah dan sedang dilaksanakan secara intensif oleh Pemerintah. Meskipun demikian masih terdapat sejumlah tantangan dalam proses implementasinya. Tantangan yang terberat adalah merancang pranata keuangan yang khas (lex specialist) bagi para penemu agar memberikan kesempatan bagi mereka untuk membuka dan mengawali usahanya (start up company).

Implikasi dari pemberdayaan sumberdaya manusia yang berkualitas
Sumberdaya manusia yang berkualitas di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia. Sumberdaya manusia yang diharapkan adalah mampu menciptakan tenaga kerja dan mampu bersaing dengan negara lain di era globalisasi saat ini. Sumberdaya manusia yang berkualitas adalah sosok manusia yang mampu memotivasi masyarakat disekelilingnya untuk mampu berkarya lebih baik.
Sumberdaya manusia yang memiliki etos kerja yang tinggi akan meningkatkatkan produktivitas kerja. Produktivitas tinggi inilah yang akan mendorong kemajuan pembangunan ekonomi di Indonesia. Kondisi perekonomian yang ada saat ini hanya mengikuti pasar. Oleh karena itu dibutuhkan sumberdaya manusia yang mampu menciptakan pasar dan mampu bersaing dengan pasar luar negeri. Sumberdaya manusia yang dibutuhkan negara Indonesia saat ini tidak hanya mengandalkan kekayaan alam tetapi mampu mencari peluang alternatif jika kekayaan alam yang ada sudah tidak bisa diberdayakan lagi,
Output pendidikan yang berkualitas akan menciptakan sarjana sarjana yang kreatif dan inovatif yang akan mampu memanfaatkan teknologi sebaik mungkin dengan tetap memperhatikan kualitas lingkungan hidup. Mereka inilah yang nantinya bisa membawa Indonesia menuju pembangunan ekonomi yang berhasil.
Pendidikan yang berkualitas dapat memberikan motivasi bagi masyarakat dalam melakukan aktivitasnya. Sumberdaya manusia yang berpendidikan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi harus mampu menggali potensi yang ada disekelilingnya. Sumberdaya manusia inilah yang nantinya akan menjadi pilar utama dalam proses pembanguanan.
Contoh negara yang berhasil mengelola sumberdaya manusia dengan baik demi pembangunan ekonomi adalah Jepang.Jepang mempunyai etos kerja tinggi. Jepang tidak mempunyai kekayaan alam, tetapi mereka mampu memanfaatkan semaksimal mungkin apa yang ada di negara mereka dengan baik dan akhirnya Jepang bisa menjelma menjadi macan Asia. Sumberdaya manusia Jepang mempunyai kemampuan mengorganisasikan sumberdaya alam dan manusia dengan baik sehingga bisa meningkatkan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang dilakukan Jepang tidak hanya masalah pembangunan fisik tetapi juga pembangunan sumberdaya manusia yang berkelanjutan.
Fakta statistik pertumbuhan ekonomi Jepang menjadi diskusi panjang semenjak awal tahun 1960-an. Banyak sarjana menganalisis langkah modernisasi Jepang. Mereka memfokus diri untuk mencari penyebab mengapa Jepang bisa seperti itu. Banyak faktor yang berperan membuat Jepang menjadi raksasa ekonomi di paruh kedua abad XX. Salah satunya adalah etika kerja dari karyawan yang tinggi dan pendidikan yang tinggi. Pendidikan yang berkualitas di jepang ditandai dengan ketatnya persaingan dalam ujian masuk Perguruan Tinggi. Keberhasilan seseorang masuk ke perguruan tinggi ternama dianggap menciptakan bibit unggul dalam pasar kerja sehingga dapat memperoleh posisi tinggi dalam pekerjaan dan akhirnya membawa kemajuan ekonomi bangsa.
(http:// www.badandiklat.depdagri.go.id).
Kondisi sumberdaya manusia yang berkualitas akan mampu menciptakan hal hal yang baru. Sudah saatnya pemerintah sebagai perencana pembangunan di negara Indonesia untuk melaksanakan Perencanaan SDM secara profesional, karena tidak mungkin mengelakkan desakan kondisi persaingan yang akan semakin ketat dan berat dalam pelaksanaan konsep perdagangan bebas sepanjang abad XXI sekarang ini. Konsep tersebut mengharuskan kegiatan operasional bisnis domestik dan/atau global ditangani oleh “the right man on the right job and on the right time”, baik untuk merealisasikan program bisnis maupun dalam mengantisipasi tantangan bisnis di masa depan. Dengan kemampuan mendayagunakan SDM seperti itu diharapkan sumberdaya manusia Indonesia akan meraup sukses dalam menghadapai kompetitornya, baik yang operasional bisnisnya dilaksanakan di dalam negeri maupun di banyak negara lain di muka bumi ini.
Perencanaan SDM sebagai kegiatan prediksi, tidak sekedar berarti memprediksi jumlah dan kulifikasi SDM yang dibutuhkan, tetapi juga merupakan kegiatan memprediksi masa depan pembanguannan ekonomi negara. Oleh karena itu Perencanaan SDM tidak boleh dilaksanakan secara spekulatif, namun harus dilaksanakan secara rasional dan ilmiah, agar mampu memenuhi kebutuhan/permintaan (demand) SDM yang memiliki kemampuan sesuai dengan tugas-tugas bisnis yang harus dikerjakannya. SDM tersebut harus keterampilan/keahlian atau kemampuan nyata (achievement) dalam melaksanakan operasional bisnis yang diprogramkan pada masa sekarang, dan memiliki kemampuan potensial (potential ability) untuk mengadaptasi tantangan lingkungan bisnis di masa mendatang. Untuk itu sangat dibutuhkan SDM spesialis yang memiliki kemampuan mengintegrasikan Perencanaan SDM. Dalam kenyataannya dewasa ini sebagai negara berkembang, kondisi ideal Perencanaan SDM dan manajemen SDM pada umumnya, tampaknya belum diimplementasikan secara optimal. Cukup banyak organisasi/perusahaan berskala menengah termasuk beberapa diantaranya adalah organisasi/perusahaan berskala besar, yang belum tertarik untuk melaksanakan kegiatan Perencanaan SDM secara rasional dan ilmiah, bahkan yang bersikap patis terhadap konsep-konsep Manajemen SDM modern yang didasari nilai-nilai demokratis.
Seiring dengan meningkatnya kualitas SDM maka pembangunan ekonomi di Indonesia akan semakin berkembang kearah pembangunan ekonomi yang kreatif. Ekonomi kreatif didefinisikan sebagai sebuah kumpulan aktifitas ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economic activities) yang secara intensif menggunakan kreatifitas dan inovasi sebagai primary input-nya untuk menghasilkan berbagai produk dan jasa yang bernilai tambah. Adapun ruang lingkup dari ekonomi kreatif mencakup aspek yang sangat luas dan tidak terbatas pada seni dan budaya saja. Secara umum konomi kreatif memiliki 3 dimensi yaitu dimensi inovasi dan kreatifitas, dimensi kapabilitas teknologi, dan dimensi seni dan budaya.


Pada gambar 1 di atas, ditampilkan spektrum dari ekonomi kreatif yang mencakup berbagai sektor mulai dari pengetahuan tradisional, sampai dengan industri musik, film, periklanan, dan berbagai industri perangkat lunak. Meskipun spektrumnya sangat luas, akan tetapi esensi dari ekonomi kreatif adalah semakin penting dan strategis kapasitas pengembangan kreasi dan daya inovasi.
Sebagai konsekuensinya, maka di era ekonomi kreatif, dituntut adanya berbagai bentuk pekerjaan baru, yang tentunya berbeda dengan tuntutan pekerjaan di era industri maupun era agraris. Pekerjaan jenis baru atau future of work di era ekonomi kreatif, sesuai dengan namanya, tentunya adalah segala bentuk pekerjaan yang sarat dengan tuntutan untuk terus melakukan akumulasi pengetahuan untuk menghasilkan berbagai inovasi baru atau sering disebut dengan innovation intensive employment.
Prinsip yang paling fundamental dari ekonomi kreatif adalah jika di era sebelumnya kinerja dari masyarakatnya umumnya diukur sebatas dari tingkat produktifitas dalam memproduksi produk, jasa maupun proses; maka dalam era ekonomi kreatif kinerja masyarakat diukur tidak sebatas pada peningkatan produktifitas belaka, akan tetapi lebih diukur berdasarkan dari peningkatan akumulasi pengetahuan dan peningkatan kapasitasnya dalam melakukan inovasi-inovasi ketika melakukan sejumlah aktifitas produksi tersebut.
Setidaknya ada tiga jenis tren dari bentuk pekerjaan di masa depan yang akan semakin menuntut adanya peran dari pekerja (atau worker) untuk sanggup menjadi pekerja kreatif. Ketiga tren jenus pekerjaan tersebut meliputi:
Pertama adalah aset non-fisik atau ide dan gagasan menjadi lebih penting dibandingkan dengan aset fisik, seperti modal dan sumber daya fisik lainnya. Di masa depan nanti akan semakin banyak terbentuk berbagai kerjasama antara penemu dan pencetus ide yang inovatif dengan sejumlah pemilik modal untuk terlibat dalam aktifitas kreasi pengetahuan (atau knowledge creation) yang bentuk nyatanya adalah aktifitas terkait dengan penelitian, pengembangan dan riset yang diarahkan untuk menghasilkan inovasi-inovasi baru. Tren seperti ini sudah nampak di negara maju, misalnya di negara-negara Skandinavia yang semenjak 5-6 tahun terakhir ini, perusahaan-perusahaan besar di sana sudah biasa memberikan modal ventura kepada para lulusan universitas yang memiliki ide dan temuan yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut pada skala komersial.
Kedua adalah maraknya bentuk tata organisasi yang lebih bersifat horisontal dan non-hirarkis, guna mempercepat proses produksi inovasi dan merangsang kreatifitas. Pekerja sekarang umumnya dituntut untuk sanggup melakukan pengayaan atau (enrichment) dari bentuk pekerjaan yang telah ada. Setiap individu dituntut untuk semakin aktif dalam mempelajari berbagai bentuk pengetahuan baru dengan cepat. Kinerja bagi para pekerja sekarang diukur dari tingkat kecepatannya dalam memperkaya pengetahuan yang telah dimilikinya dari waktu ke waktu.
Ketiga adalah semakin pentingnya kelembagaan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Di era dimana gagasan dan ide telah semakin memiliki nilai keekonomian yang tinggi, maka diperlukan suatu interaksi fungsional dalam bentuk yang baru antara pencetus ide dengan produsen komersialnya. Interaksi fungsional yang dimaksud itu adalah penumbuhkembangan dari Lembaga Hak Atas Kekayaan Intelektual. Tanpa keberadaan kelembagaan tersebut, maka pencetus ide sebagai ’pemilik’ dari gagasan dan inovasi justru akan berada dalam posisi yang tidak diuntungkan secara ekonomis, hal mana dapat berdampak pada berkurangnya motivasi untuk mencetuskan berbagai ide dan inovasi baru. Di pihak lain, kelembagaan perlindungan hak kekayaan intelektual dan hak cipta tersebut juga berfungsi sebagai rambu-rambu yang efektif dalam menjamin adanya persaingan di era ekonomi kreatif yang semakin mengglobal.
Ketiga tren di atas saat ini telah mulai menggejala di negara-negara maju. Negara-negara maju tersebut, khususnya yang tergabung dalam OECD telah mengantisipasi dengan sejumlah pranata kebijakan yang mengatur tatanan angkatan kerja di negeri masing-masing untuk mengantisipasi tren tersebut. Pada paragraf berikut akan dibahas tentang peran sumber daya manusia kreatif dalam menghadapi masa depan seiring dengan adanya tren bentuk pekerjaan baru di masa depan berikut tantangan-tantangan pembangunan ekonomi masa depan.
Komitmen Pemerintah Republik Indonesia untuk mengembangkan ekonomi kreatif tercermin dari program nasional yang dikenal dengan Indonesia Design Power atau IDP. Program yang dikoordinir oleh Departemen Perdagangan RI ini telah dimulai pada tahun 2006 dan dijadwalkan akan selesai pada tahun 2010 mendatang. Program itu ditujukan untuk memberikan brand/merek baru pada sebanyak 200 komoditi domestik sehingga menjadi Good Design Product Made in Indonesia. Melalui program Indonesia Design Power, Pemerintah berupaya untuk mengembangkan produk nasional yang berdaya saing dengan berbasiskan pada pemberdayaan tiga pilar ekonomi kreatif, yaitu keunggulan budaya lokal, kemajuan teknologi dan seni yang dikemas melalui tiga kekuatan yang disebut dengan “branding, “packaging dan “product design”. Selain dari itu, pemerintah sekarang juga terus mensosialisasikan serta terus mendorong para inovator untuk mendaftarkan penemuannya ke Ditjen Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Unsur utama dari pengembangan ekonomi kreatif tentunya adalah sumber daya manusia kreatif. Oleh karena itu, pembinaan sumber daya manusia menjadi para penemu dan pencetus ide kreatif adalah solusi untuk menghadapi berbagai masalah ekonomi di era masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar